Selasa, 11 November 2014

Istri Mitra Iman Suaminya

At-Tirmidzi berkata: Kami menerima hadis dari Muhammad bin Yahya, kami menerima hadis dari Muhammad bin Yusuf, kami menerima hadis dari Sufyan bin Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Yang terbaik di antara kamu sekalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya dan aku yang terbaik terhadap keluargaku dan apabila salah satu di antara mereka meninggal dunia maka tinggalkanlah (menyebut keburukannya)". (HR Tirmidzi)
Takhrij dan kedudukan hadis
Hadis tersebut merupakan panduan dan pedoman serta teladan penting dan barharga bagi kehidupan keluarga. Terkait dengan hal ini, at-Thabari dalam kitabnya,Tahdzib al-Atsar,  meriwayatkan hadis dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Yang terbaik di antara kamu sekalian adalah yang terbaik kepada isterinya".
Nilai-nilai yang dapat digali dari hadis di atas adalah :
  1. Sikap baik harus diberikan oleh seseorang kepada keluarganya.
  2. Sikap terhadap keluarga merupakan barometer akhlak seseorang.
  3. Sikap baik terhadap keluarga tidak hanya tatkala mereka hidup, tetapi juga tatkala sudah meninggal dunia.
  4. Hendaknya tidak menceritarakan keburukan keluarga yang telah meninggal dunia.
  5. Semua sikap tersebut bersifat umum kepada keluarga namun lebih spesifik lagi kepada istri.
Cinta dan iman dalam keluarga sakinah
Rasulullah saw  secara langsung telah memberikan teladan indah kepada kita dalam mengekspresikan cinta kepada sang istri. Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw  pulang larut malam dan ketika itu istrinya Aisyah ra sudah tertidur pulas. Rasa cinta kepada sang istri dan tidak ingin mengganggunya, membuat beliau tidak membangunkannya untuk membukakan pintu karena beliau mengerti sang istri tengah beristirahat. Kemudian beliau dengan sabar serta penuh pengertian tidur di luar rumah dekat pintu. Ketika Aisyah ra terbangun untuk melaksanakan shalat tahajjud, ia terkejut tatkala mendapati Rasulullah saw sang suami tercinta tidur di luar rumah. Setelah Rasulullah saw terbangun apa yang dilakukannya? Terlebih dahulu beliau meminta maaf kepada Aisyah karena telah pulang larut malam.
Suami yang mencintai istrinya dan meneladani Rasulullah saw tidak akan pernah berpikir untuk memukul dan menyakiti istrinya, apalagi karena hal-hal sepele. Maraknya tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) belakangan ini muncul akibat pudarnya rasa cinta dan iman. Suami yang mulia adalah suami yang pandai memuliakan istri. Urgensi sikap mulia suami terhadap istri makin tampak dengan seringnya hal tersebut disampaikan oleh Rasulullah saw, bahkan hal itu menjadi bagian wasiat Rasulullah saw dalam khutbah Haji Wada'.
Istri mitra suami
Di balik keberhasilan orang-orang besar dalam panggung sejarah  manusia, ada istri yang senantiasa mendukung mereka. Di belakang ketegaran dan kebesaran Rasulullah saw ada Khadijah ra yang senantiasa men-support beliau saat suka dan duka dalam membangun keluarga yang dicintai Allah swt, menebar kebaikan, mengemban risalah, dan membangun peradaban.
Berdasarkan penjelasan tersebut,  jelas seorang istri bukanlah sekadar pendamping dalam mengarungi kehidupan bersama suami. Seorang istri lebih relevan dan proporsional jika diposisikan sebagai mitra suami dalam merawat cinta kasih dan keharmonisan, menciptakan suasana iman, mendidik anak dan membangun keluarga sakinah, karena yang memerlukan cinta kasih, perhatian, dan dorongan bukan hanya istri tetapi juaga suami. Oleh karena itu Al-Quran mengilustrasikan pasangan suami istri sebagai pakaian yang dapat menutupi dan menghindari  tubuh dari sengatan terik matahari dan terpaan hujan, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik: “Mereka (istri-istri) merupakan pakaian bagi kamu sekalian (suami-suami) dan kamu sekalian (suami-suami) merupakan pakaian bagi mereka (istri-istri).” (QS Al-Baqarah : 187)            
Cinta di antara hak dan kewajiban
Cinta suami terhadap istri juga melahirkan sikap sabar terhadap perilaku istri, yang kadang-kadang tidak disukainya atau tidak sejalan dengan sifat, gaya hidup, dan berpikirnya. Ini karena suami telah memahami, istri hadir dari latar belakang keluarga dan pendidikan serta sisi lain yang mungkin saja sangat berbeda dengan dirinya. Diriwayatkan bahwa seorang ulama salaf memiliki seorang istri yang cerewet dan sering menyulitkan dirinya. Tatkala salah seorang sahabatnya menyarankannya untuk menceraikan istrinya, ia bertutur : Aku tidak akan menceraikannya. Bagiku sikap istriku hanyalah ujian bagiku dan alhamdulillah aku hanya diberikan ujian seperti ini dan aku dapat bersabar. Jika tidak bersabar,  aku khawatir diberikan ujian lebih darinya dan aku tidak dapat bersikap sabar.
Inilah sudut pandang positif yang lahir dari seorang suami yang mencintai istrinya dan menjadikan isterinya sebagai lahan menanam pahala  dan menyempurnakaan imannya. Wallahu a’alam bi as-shawab.
Kebenaran hanyalah milik Allah dan kesalahan yang ada adalah kesalahan saya sebagai manusia biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar